Rabu, 21 November 2018


Otobiografiku
Oleh
Bambang S. Sankarto

Bogor. Mungkin kata tersebut sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Kalau mendengar kata Bogor atau melihat tulisan Bogor, yang akan muncul dalam ingatan orang, antara lain Kota Hujan, Kebun Raya, Talas, dan Asinan. Mengapa demikian, karena Bogor merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi. Selain itu, Bogor juga dikenal masyarakat melalui Kebun Rayanya. Sebuah kebun botani besar yang Luasnya mencapai 87 hektar dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Kebun yang sangat luas tersebut dibangun sejak jaman kolonial belanda oleh seorang berkebangsaan Inggris bernama Stamford Raffles. Hal lain yang membuat Bogor masyhur adalah talas dan asinannya. Dipinggiran jalan Kebun Raya dekat Pasar Bogor, banyak berderet penjual talas. Wisatawan dapat memlih dan membeli beragam talas. Disamping itu ada juga beberapa toko yang menjual kue khas berbahan dasar tepung talas yang dikenal dengan Kue Talas. Tidak kalah tenar dengan talas, asinan Bogor juga menjadi incaran para pelancong yang berkunjung ke Bogor. Baik talas mentah, kue talas, dan asinan sering dijadikan buah tangan oleh para wisatawan maupun orang Bogor yang akan berkunjung ke saudara maupun temannya. Saya yakin, anda semua mengenal Bogor. Nah…di kota itulah, Aku dilahirkan.

Aku dilahirkan pada hari Jumat legi, tanggal 24 Pebruari 1961. Diberi nama Bambang Setiabudi Sankarto. Menurut Ayah, nama tersebut mengandung arti seorang penggembala kesatria yang setia kepada budi pekerti yang luhur. Melalui nama tersebut, saya meyakini tersirat harapan orang tua terhadap anaknya, agar kelak menjadi orang yang memiliki rohani dan jasmani yang baik, serta mampu membimbing orang ke jalan yang baik atau Amar ma'ruf nahi munkar. Insha Allah harapan  tersebut terwujud. Aamiin yaa rabbal almiin. Nama resmiku tersebut, cukup panjang, sehingga orang di rumah ataupun saudara dan teman teman sepermainan memanggilku “Budi”, tapi di sekolah dan di tempat kerja orang memanggilku “Bambang”.

Aku anak ke enam dari enam bersaudara. Aku si bontot, lelaki seorang diri. Kakak kakakku semua, lima limanya perempuan, sehingga aku dan ayahku yang paling ganteng di keluarga, “he…he. he”. Olehkarena anak lelaki cuma satu, dan anak perempuan lima, ayahku sesuai tradisi dan filosofi orang jawa menyebutnya dengan istilah “Pandawa Nyandangi”, mengandung makna bahwa kelima anak perempuan harus mensuport baik materil maupun spiritual kepada anak lelaki yang satu satunya. Betapa senang dan bahagianya aku, saat kakak kakaku sudah pada punya penghasilan aku selalu dikasih uang, bahkan pakaian. Demikian juga saat hari raya lebaran. Selain itu juga, kerap diajak jalan jalan.

Ayahku hanyalah seorang Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara biasa. Karena seorang staf biasa itulah, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ayahku bekerja keras dengan berbagai usaha, antara lain bengkel las yang memproduksi berbagai perlengkapan rumah tangga, berbahan besi, seperti tempat tidur, kursi, tempat pot, dan lampu gas karbit; Pabrik Batako; Beternak ayam; Beternak ikan; Budidaya Jamur tiram putih. Ayahku seorang pekerja keras, ulet, dan penuh tanggungjawab terhadap keluarga. Demikian pula ibuku, selain sebagai ibu rumah tangga, untuk menopang kebutuhan keluarga, beliau juga memiliki usaha toko sembako. Sewaktu sekolah SD, SMP, dan SMA, aku sering membantu ibuku berbelanja dagangan tokonya, juga aku sering membantu melayani pembeli.  Aku sangat senang dan menikmati bisa membantu ibuku. Aku sangat bangga dan menyayangi kedua orangtuaku.

Masa kecil hingga sebelum nikah, aku tinggal di suatu kampung di Kota Bogor, masuk ke dalam wilayah Kecamatan Kota Bogor Barat. Kampung tersebut dikenal dengan kerajinan istrumen musik gamelannya, baik untuk mengiringi tari, wayang golek, maupun pencak silat. Kampung tersebut bernama “Kampung Pancasan”. Entahlah, kenapa kampung tersebut dinamakan Pancasan. Kalau menurut Wiktionary, sih, Pancasan artinya putusan, ketetapan atau kerampungan. Jadi, mungkin, pada jaman dulu di lokasi tersebut, oleh penguasa setempat telah diputuskan/ditetapkan/diselesaikan sesuatu hal yang penting bagi masyarakat. Makanya disebut Kampung Pancasan. Masa kecilku sangat menyenangkan. Sepulang sekolah, setelah makan dan beristirahat, biasanya aku suka dijemput teman teman untuk bermain. Berbagai permainan dilakukan saat kecil, seperti Dampuh, Galah asin, Gatrik, Ular ularan, Petak umpet, Kelereng, Panggal dsb. Bahkan, aku dan teman teman juga sering bermain dan berenang di sungai. Kebetulan kampungku dilalui oleh sungai Cisadane. Sungguh sangat bahagia, menyenangkan, betapa banyak permainan bisa dilakukan, betapa persaudaraanpun sangat erat diantara teman, sampai sampai kadang kita bawa makanan masing masing untuk dimakan bersama sama di rumah teman dan tempatnya dilakukan secara bergantian. Makan bersama tersebut istilah di kampungku, namanya “Babacakan” atau ada juga yang menyebutnya “Cucurak”. Sungguh masa kecil yang indah dan tak terlupakan.

Aku menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA di kota kelahiranku, Bogor. Jenjang pendidikan selanjutnya aku selesaikan di Jakarta, Los Banos - Filipina, dan Sydney Australia. Saat ini aku bekerja di Bogor, sama halnya dengan ayahku, sebagai Aparatur Sipil Negara.

Kalau dilihat lihat secara umum, aku dari lahir hingga sekarang berdomisili di Bogor. Hanya saja sewaktu kecil tinggal di Kampung Pancasan, sekarang saat tua tinggal di Kampung Pasirjaya, tapi masih di Kecamatan Kota Bogor Barat juga, sih. Seolah olah, dunia sempit, yaa…
Oh…iya, aku memiliki dua orang anak. Anak yang sulung perempuan, sudah selsai pendidikan S1 nya. Sekarang bekerja dan ngekost di Jakarta. Satunya lagi, si bontot, laki-laki, tinggal bersamaku, masih sekolah SMA, jurusan IPA, kelas XI.

Anak anaku saat ini beranjak dewasa, tapi sangat disayangkan istriku sudah tidak dapat mendampinginya lagi, karena sejak si bontot di TK kecil, duabelas tahun lalu, isteriku meninggalkan mereka, meninggalkan dunia setelah tiga setengah tahun melwan penyakitnya yang ganas. Penyakit yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya, tak lain adalah penyakit kanker paru paru. Semoga isteriku telah bersamaNya di surgaNya. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.
Demikian sekelumit kisah hidupku.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar