Rabu, 21 November 2018


Dasar-dasar Menulis
Bagian 1

Oleh: Bambang Setiabudi Sankarto

Dasar dasar menulis merupakan prinsip atau hal hal mendasar yang perlu dipahami agar kita termotivasi untuk mewujudkan suatu tulisan. Tanpa kita mengerti dan memahaminya, barangkali kita akan sulit termotivasi untuk menulis, mewujudkan suatu tulisan. Melainkan hanya punya keinginan saja yang selalu menggelitik untuk ingin menulis. Sebatas keinginan. Dasar dasar menulis yang disampaikan mencakup “Tujuan Menulis” dan “Manfaat Menulis”.

Pengalaman dalam hal menulis

Pak Cah sejak duduk di bangku Sekolah Dasar gemar membaca. Kegemarannya membaca didukung oleh status ibundanya sebagai Kepala Sekolah Dasar, sehingga Pak Cah kecil leluasa membaca habis berbagai buku yang tersedia di perpustakaan Sekolah Dasar tersebut. Hobi membacanya ternyata berdampak terhadap kemampuan menulisnya, yang pada ahirnya menulis menjadi kusukaan, hobi Pak Cah. Ternyata kesukaan membaca ada hubungannya dengan kemampuan menulis.
Pak Cah mulai senang menulis sejak beliau di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), tapi tulisan beliau saat itu yang berupa cerpen, puisi  tidak pernah dipublikasi, tapi semata mata hanya untuk kepentingan dokumentasi saja, semata mata karena beliau merasa senang menulis. Setahun setelah beliau kuliah di Universitas Gajah Mada, tepatnya tahun 1986, karya tulis beliau mulai dipublikasi di koran lokal. Karya tulis tersebut berupa tanggapan atas suatu artikel opini yang dimuat di koran tersebut. Menurut beliau, tulisan opini yang dimaksud menyampaikan sesuatu tentang islam, tapi tulisannya ngawur.  Oleh karena itu, beliau tergelitik untuk menulis artikel tanggapan yang bertujuan untuk mengoreksi, meluruskan artikel opini tersebut. Betapa bahagia hati Pak Cah saat itu, tulisan pertama kalinya diterima redaksi dan dimuat di koran. Beliau senang, ternyata dapat menulis. Setelah itu, beliau rajin menulis, berkontribusi artikel di majalah fakultas, kemudian majalah universitas, dan majalah majalah islam, serta di koran lokal Jawa Tengah, dan koran nasional. Setelah merasa mampu menulis, Pak Cah kemudian memperbanyak tulisan untuk dimuat di berbagai majalah. Dari honor menulis di berbagai majalah itulah, Pak Cah membiayai kuliah dan membiayai hidupnya bersama anak isteri. Menulis ahirnya menjadi salah satu penghidupannya.

Sekarang, Pak Cah menulis untuk berbagi. Beliau menulis rutin di berbagai website, misalnya Kompasiana dan keluarga.or.id dengan tema pernikahan dan keluarga. Hingga saat ini, beliau sudah menulis sebanyak empat puluh enam (46) buku yang tidak dicetak ulang karena pasang surut industri penerbitan, kecuali buku seri “Wonderful Family” masih dicetak ulang. Saat ini, beliau juga sedang merampungkan bukunya yang ke empat puluh tujuh (47) yang masih dalam proses penerbitan.

I.    Tujuan Menulis
Tujuan menulis ada beberapa klasifikasi, yaitu:
1.      Ideologis
Tujuan ideologis berkaitan dengan keyakinan hidup, pandangan hidup, misi tertentu,  atau sesuatu yang diyakini kebenarannya dan menginginkan agar orang lain menerima kebenarannya itu. Tidak pamrih bayaran, popularitas, diakses apa tidak, disukai apa tidak. Intinya, tujuan ideologis memiliki misi tertentu, yaitu ingin memengaruhi orang lain melalui tulisan.

2.      Akademis
Berkaitan dengan kegiatan di sekolah, kampus, lembaga akademik, misalnya dosen diwajibkan menulis di jurnal ilmiah untuk memenuhi angka kredit jabatan fungsionalnya atau kenaikan pangkatnya. Contoh lain seperti menulis bahan kuliah, bahan penyuluhan, buku rujukan, laporan praktikum, skripsi, tesis, dan disertasi. Tulisan dengan tujuan ini, biasanya terikat aturan akademis, seperti sistematika penulisan, penyajian tulisan, format bahasa, penggunaan istilah dsb.

3.      Ekonomi.
Menulis untuk mendapatkan keuntungan materi, misalnya menerbitkan buku dengan jalan beli putus, dengan system royalty atau ada juga yang mengikuti lomba penulisan artikel dengan harapan mendapatkan hadiah.

4.      Psikologis
Misalnya katarsis, yang merupakan cara penyaluran berbagai emosi atau suasana hati. Orang yang sedang sedih kemudian mencurahkan kesedihannya melalui tulisan agar hatinya menjadi lega. Orang yang sedang gembira, mencurahkan kegembiraannya lewat tulisan sehingga dapat mengoptimalkan kebahagiaannya atau berbagi kebahagiaannya. Jadi tujuan psikologis merupakan cara menyalurkan suasana hati atau perasaan, baik senang, sedih, galau, suka, tidak suka dan sebagainya melalui tulisan, untuk dishare dengan orang lain agar hatinya menjadi lega.

5.      Politis
Para politisi atau mereka yang bergerak di bidang politik, menulis sesuatu biasanya untuk tujuan politik, dan menggunakan cara cara politis, misalnya terkait dengan even even politik yang sifatnya praktis maupun edukasi politik kepada masyarakat. Jadi sifatnya, baik untuk politik praktis maupun pendidikan politik.

6.      Pedagogis
Berkaitan dengan proses pendidikan. Menulis untuk mendidik, apapun temanya. Mengedukasi nilai nilai, gaya hidup, hal hal praktis dalam kehidupan sehari hari. Hakekatnya untuk mendidik atau mengedukasi masyarakat.

7.      Medis
Berhubungan dengan terapi. Diyakini bahwa menulis itu menyehatkan. Diyakini bahwa menulis memiliki beberapa manfaat kesehatan, seperti kesehatan mental, spiritual, dan fisik, termasuk juga pencegahan penyakit penyakit tertentu.

8.      Praktis bahkan Pragmatis
Misalnya untuk popularitas, seseorang menulis dengan harapan dapat popular atau terkenal di masyarakat atau komunitas tertentu. Ada juga orang menulis dengan tujuan praktis, untuk menyelesaikan tugas atau memenuhi syarat syarat tertentu, seperti menulis laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi.

Seseorang membuat suatu tulisan, pada dasarnya tidaklah selalu memiliki salah satu tujuan saja, tetapi bisa saja memiliki beberapa tujuan, Misalnya seseorang menulis suatu artikel dengan tujuan selain politis, juga pedagogis dan juga praktis. Jadi, beberapa tujuan bisa terangkum dalam suatu penulisan.  

II.    Manfaat Menulis
Dalam hal menulis, selain harus mengetahui tujuan, kita juga harus mengetahui apa manfaat menulis. Mengapa saya menulis? Karena saya punya tujuan, ingin memberi kemanfaatan, ingin mendapat kemanfaatan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, kita akan selalu termotivasi untuk menulis. Kita akan selalu bersemangat untuk menulis apapun yang ada dalam benak kita.

Manfaat menulis dibagi dua bagian besar, yaitu:
A    Kemanfaatan yang bercorak nilai atau spiritual
B.  Kemanfaatan yang bercorak praktis


A.    Kemanfaatan yang bercorak nilai atau spiritual
1.      
      1. Membuat kita banyak membaca dan banyak belajar

Orang yang menulis sesuatu, tapi malas membaca referensi, maka tulisannya tidak berkembang, pembahasannya dangkal, tidak memiliki perluasan pengetahuan dari hasil pembelajarannya. Dengan banyak membaca, maka kita banyak belajar. Dengan demikian, pengetahuan kita akan bertambah, ilmu kita bertambah, wawasan kita bertambah. Hasrat untuk menambah ilmu dan pengetahuan merupakan suatu pilihan. Ada orang yang terus bertambah ilmu pengetahuannya, tapi ada juga orang yang ilmu pengetahuannya sebegitu gitu saja, tidak bertambah, mandeg. Oleh Karena itu, agar kita dapat terus menambah ilmu dan pengetahuan, maka kita harus rajin menulis. Semakin kita banyak menulis, maka kita dituntut untuk semakin banyak membaca. Dengan banyak membaca, maka pengetahuan banyak diperoleh. Semakin luas dunia yang bisa kita mengerti dan yang bisa kita pahami. Kita menjadi pandai, pintar, cerdas, mengetahui banyak hal, dan pada ahirnya, kita akan selalu termotivasi, semangat untuk selalu menulis.

1    2. Melatih berfikir logis dan sistematis

Menulis melatih kita untuk berfikir logis dan sistematis. Menulis apapun harus logis dan sistematis, misalnya menulis fiksi, cerita pendek atau novel. Dalam cerita pendek maupun novel, pembaca bisa membuat penilaian terhadap yang dibacanya, apakah ceritanya atau jalan ceritanya logis, masuk akal apa tidak masuk akal. Menulis fiksi maupun non fiksi melatih kita berfikir logis dan sistematis. Kalau kita menulis ngawur tanpa dasar atau rujukan yang benar, maka pembaca akan menemukan banyak kejanggalan kejanggalan, sehingga pembaca tidak nyaman. Tulisan Science Fiction atau Fiksi Ilmiah, juga harus ditulis dengan dasar dasar ilmiah yang benar, meskipun itu tulisan fiksi. Demikian pula halnya tulisan sejarah, bagaimana orang menghubungkan antar sejarah dan mengemasnya menjadi suatu tulisan yang menarik.  Contoh, karya penulis maestro Yogyakarta, S.H. Mintaredja, seperti Api di Bukit Menoreh, Sisa sisa Laskar Pajang, Nogo Sosro Sabuk Inten. Masyarakat Yogya menjadi memiliki keakraban tertentu dengan istilah menoreh, Karena salah satunya melalui karya  S.H. Mintaredja. Beliau punya kemampuan menghubungkan dan menggabungkan antara cerita sejarah dan khayalan, namun tidak ngawur, tapi logis dan sistematis.Walaupun tulisan beliau katagorinya fiksi, tapi fiksi yang berdasarkan sejarah. Seperti dalam karya tulis cerita beliau yang legendaris, seperti “Nogo Sosro Sabuk Inten”, terdapat tokoh tokoh yang memang benar benar ada dalam sejarah, tapi ada juga tokoh tokoh tambahan lainnya yang berupa khayalan, sebagai daya tarik cerita. Jadi, kalau orang nulis sejarah dengan ngawur, tanpa dasar atau data, akan merusak sejarah, dan akan diprotes banyak orang. Makanya menulis apapun, fiksi ataupun non fiksi, harus ditulis dengan urutan logis dan sistematis. Oleh sebab itu, semakin kita banyak menulis akan semakin terbiasa dengan berpikir logis dan sistematis, khususnya untuk tulisan tulisan panjang seperti buku, cerita bersambung, dan artikel ilmiah. Tidak hanya tulisan panjang saja, tulisan pendekpun harus digarap secara logis dan sistematis. Artikel sependek apapun membutuhkan sistematika, seperti ada pendahuluan, kemudian ada isi yang membahas hal tertentu dan biasanya dibagi menjadi beberapa sub bagian, dan terahir ada penutup. Meskipun kita tidak menulis outline, begitu menulis sudah otomatis ada kerangka dalam pikiran kita, saya sedang menulis pendahuluan, saya sedang menulis isi, saya sedang menulis penutup. Sistematis dari mulai pendahuluan, kemudian isi yang memuat pokok pokok masalah, kemudian masing masing pokok masalah ada pembahasannya, ada analisanya, dan kemudian terakhir ditutup dengan kesimpulan. Hal tersebut merupakan cara berpikir logis dan sistematis. Jadi semakin kita banyak menulis, kita akan terlatih berfikir logis dan sistematis.

3. Cara kita untuk mengikat makna


Menurut Hernowo, membaca itu merupakan cara kita menangkap makna, sedangkan menulis merupakan cara kita mengikat makna. Misalnya profesi guru, dosen, pengajar, pendakwah dalam membuat materi ajarnya ataupun materi dakwahnya harus banyak baca buku buku rujukan. Dalam proses membaca ini, yang bersangkutan sedang menangkap makna. Setelah makna ditangkap, kemudian dituliskan atau diungkapkan dalam bentuk tulisan. Proses penulisan tersebut merupakan proses mengikat makna. Dengan demikian makna yang sudah ditangkap diikat, sehingga tidak mudah hilang,  tidak menguap, dan akan teringat lama di memori pikiran, karena kita menuliskannya kembali.

4. Sarana Katarsis


Sarana mengungkap suasana hati melalui tulisan. Seseorang akan merasa lega bila telah mengungkapkan uneg unegnya melalui tulisan. Seseorang akan merasa ringan bebannya karena telah mencurahkan melalui tulisan apa yang menjadi ganjalan di hatinya. Suasana hati tersebut, seperti misalnya orang yang sedang menghadapi masalah, biasanya ada yang mengganjal dihatinya, hatinya tidak enak, kemudian dicurahkan melalui tulisan. Jadi menulis itu merupakan katarsis, merupakan nilai yang dapat memberi suasana hati nyaman. Maka dari itu, orang yang senang menulis, biasanya jauh dari stress, depresi, atau hal hal yang memberatkan hatinya.

5. Sarana dakwah

Menulis dapat dijadikan sarana dakwah. Banyak hal yang tidak dapat disampaikan secara lisan kepada khalayak, tapi dapat disampaikan ke banyak khalayak melalui tulisan. Dakwah merupakan penyampaian pesan secara langsung namun terbatas baik audiensnya maupun areanya, sedangkan tulisan bisa dibaca secara sangat luas, tidak terbatas, baik audiensnya maupun lokasinya.

6.. Sebagai sarana edukasi dan berbagi

Sarana pengajaran, pembelajaran, pencerahan, dan berbagi hal hal yang bermanfaat untuk orang lain. Penyampain hal hal yang bermanfaat dalam seminar, terbatas audiens maupun lokasinya. Hanya dapat dihadiri puluhan atau ratusan peserta. Kalau penyampain ataupun berbagai hal hal yang bermanfaat melalui tulisan, maka audiensnya dan lokasinya sangat luas. Dibaca ribuan, bahkan jutaan orang, di manapun berada.

7.   7. Kepuasan mental, kepuasan intelektual, dan kepuasan spiritual

Melalui menulis, kita akan merasa puas jika tulisan kita selesai. Demikian juga akan merasa puas jika tulisan kita dipublikasi. Dengan demikian terdapat kepuasan mental, intelektual, maupun spiritual yang tidak bisa digantikan dengan bayaran apapun. Jika kita menulis sesuatu yang dilakukan dengan susah payah, misalnya menulis sebuah buku, kesusah payahan misalnya dalam mencari referensi, mencari sumber data, mencari sumber penulisan, mencari inspirasi ke banyak tempat, ke banyak orang, lalu kita tuliskan dengan susah payah, menghabiskan waktu lama, berbulan bulan, bahkan bertahun tahun, maka begitu kita selesai menulis, meskipun buku itu tidak best seller, tidak dikenal, tapi berhasil diselesaikan dan dicetak dan dipasarkan, maka kita akan merasa puas. Menjadi kepuasan tersendiri. Kepuasan mental, intelektual, dan spiritual yang sulit untuk digantikan dengan materi atau uang berapapun.

Setelah kita mengetahui dan paham tujuan serta manfaat menulis, diharapkan kita akan semakin termotivasi. Motivasi tersebut diharapkan akan menjadi daya dorong yang kuat untuk menuangkan berbagai gagasan ke dalam tulisan. Motivasi inilah yang menyebabkan kita tidak lelah menulis, menyempatkan waktu, tergerak untuk selalu menulis dimanapun dan kapanpun. Motivasi inilah yang membuat kita selalu menyempatkan diri untuk menuangkan pikiran, gagasan, ide, perasaan ke dalam tulisan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar