Dasar-dasar
Menulis
Bagian 1
Oleh:
Bambang Setiabudi Sankarto
Dasar dasar menulis merupakan prinsip atau
hal hal mendasar yang perlu dipahami agar kita termotivasi untuk mewujudkan suatu
tulisan. Tanpa kita mengerti dan memahaminya, barangkali kita akan sulit
termotivasi untuk menulis, mewujudkan suatu tulisan. Melainkan hanya punya
keinginan saja yang selalu menggelitik untuk ingin menulis. Sebatas keinginan.
Dasar dasar menulis yang disampaikan mencakup “Tujuan Menulis” dan “Manfaat Menulis”.
Pengalaman dalam hal menulis
Pak Cah sejak duduk di
bangku Sekolah Dasar gemar membaca. Kegemarannya membaca didukung oleh status
ibundanya sebagai Kepala Sekolah Dasar, sehingga Pak Cah kecil leluasa membaca habis
berbagai buku yang tersedia di perpustakaan Sekolah Dasar tersebut. Hobi
membacanya ternyata berdampak terhadap kemampuan menulisnya, yang pada ahirnya
menulis menjadi kusukaan, hobi Pak Cah. Ternyata kesukaan membaca ada hubungannya
dengan kemampuan menulis.
Pak Cah mulai senang menulis sejak beliau
di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), tapi tulisan beliau saat itu yang berupa
cerpen, puisi tidak pernah dipublikasi,
tapi semata mata hanya untuk kepentingan dokumentasi saja, semata mata karena
beliau merasa senang menulis. Setahun setelah beliau kuliah di Universitas
Gajah Mada, tepatnya tahun 1986, karya tulis beliau mulai dipublikasi di koran
lokal. Karya tulis tersebut berupa tanggapan atas suatu artikel opini yang dimuat
di koran tersebut. Menurut beliau, tulisan opini yang dimaksud menyampaikan
sesuatu tentang islam, tapi tulisannya ngawur.
Oleh karena itu, beliau tergelitik untuk menulis artikel tanggapan yang
bertujuan untuk mengoreksi, meluruskan artikel opini tersebut. Betapa bahagia
hati Pak Cah saat itu, tulisan pertama kalinya diterima redaksi dan dimuat di
koran. Beliau senang, ternyata dapat menulis. Setelah itu, beliau rajin
menulis, berkontribusi artikel di majalah fakultas, kemudian majalah
universitas, dan majalah majalah islam, serta di koran lokal Jawa Tengah, dan
koran nasional. Setelah merasa mampu menulis, Pak Cah kemudian memperbanyak
tulisan untuk dimuat di berbagai majalah. Dari honor menulis di berbagai
majalah itulah, Pak Cah membiayai kuliah dan membiayai hidupnya bersama anak
isteri. Menulis ahirnya menjadi salah satu penghidupannya.
Sekarang, Pak Cah menulis untuk berbagi.
Beliau menulis rutin di berbagai website, misalnya Kompasiana dan
keluarga.or.id dengan tema pernikahan dan keluarga. Hingga saat ini, beliau
sudah menulis sebanyak empat puluh enam (46) buku yang tidak dicetak ulang
karena pasang surut industri penerbitan, kecuali buku seri “Wonderful Family” masih
dicetak ulang. Saat ini, beliau juga sedang merampungkan bukunya yang ke empat
puluh tujuh (47) yang masih dalam proses penerbitan.
I.
Tujuan
Menulis
Tujuan
menulis ada beberapa klasifikasi, yaitu:
1. Ideologis
Tujuan
ideologis berkaitan dengan keyakinan hidup, pandangan hidup, misi
tertentu, atau sesuatu yang diyakini
kebenarannya dan menginginkan agar orang lain menerima kebenarannya itu. Tidak
pamrih bayaran, popularitas, diakses apa tidak, disukai apa tidak. Intinya,
tujuan ideologis memiliki misi tertentu, yaitu ingin memengaruhi orang lain melalui
tulisan.
2. Akademis
Berkaitan dengan kegiatan
di sekolah, kampus, lembaga akademik, misalnya dosen diwajibkan menulis di
jurnal ilmiah untuk memenuhi angka kredit jabatan fungsionalnya atau kenaikan
pangkatnya. Contoh lain seperti menulis bahan kuliah, bahan penyuluhan, buku
rujukan, laporan praktikum, skripsi, tesis, dan disertasi. Tulisan dengan
tujuan ini, biasanya terikat aturan akademis, seperti sistematika penulisan,
penyajian tulisan, format bahasa, penggunaan istilah dsb.
3. Ekonomi.
Menulis untuk mendapatkan keuntungan
materi, misalnya menerbitkan buku dengan jalan beli putus, dengan system
royalty atau ada juga yang mengikuti lomba penulisan artikel dengan harapan
mendapatkan hadiah.
4. Psikologis
Misalnya katarsis, yang merupakan
cara penyaluran berbagai emosi atau suasana hati. Orang yang sedang sedih
kemudian mencurahkan kesedihannya melalui tulisan agar hatinya menjadi lega.
Orang yang sedang gembira, mencurahkan kegembiraannya lewat tulisan sehingga
dapat mengoptimalkan kebahagiaannya atau berbagi kebahagiaannya. Jadi tujuan psikologis
merupakan cara menyalurkan suasana hati atau perasaan, baik senang, sedih,
galau, suka, tidak suka dan sebagainya melalui tulisan, untuk dishare dengan orang
lain agar hatinya menjadi lega.
5. Politis
Para politisi atau mereka yang
bergerak di bidang politik, menulis sesuatu biasanya untuk tujuan politik, dan
menggunakan cara cara politis, misalnya terkait dengan even even politik yang
sifatnya praktis maupun edukasi politik kepada masyarakat. Jadi sifatnya, baik
untuk politik praktis maupun pendidikan politik.
6. Pedagogis
Berkaitan dengan proses pendidikan.
Menulis untuk mendidik, apapun temanya. Mengedukasi nilai nilai, gaya hidup,
hal hal praktis dalam kehidupan sehari hari. Hakekatnya untuk mendidik atau
mengedukasi masyarakat.
7. Medis
Berhubungan dengan terapi. Diyakini
bahwa menulis itu menyehatkan. Diyakini bahwa menulis memiliki beberapa manfaat
kesehatan, seperti kesehatan mental, spiritual, dan fisik, termasuk juga pencegahan
penyakit penyakit tertentu.
8. Praktis
bahkan Pragmatis
Misalnya untuk popularitas, seseorang
menulis dengan harapan dapat popular atau terkenal di masyarakat atau komunitas
tertentu. Ada juga orang menulis dengan tujuan praktis, untuk menyelesaikan
tugas atau memenuhi syarat syarat tertentu, seperti menulis laporan, makalah, skripsi,
tesis, disertasi.
Seseorang membuat suatu tulisan, pada
dasarnya tidaklah selalu memiliki salah satu tujuan saja, tetapi bisa saja
memiliki beberapa tujuan, Misalnya seseorang menulis suatu artikel dengan
tujuan selain politis, juga pedagogis dan juga praktis. Jadi, beberapa tujuan
bisa terangkum dalam suatu penulisan.
II.
Manfaat
Menulis
Dalam
hal menulis, selain harus mengetahui tujuan, kita juga harus mengetahui apa
manfaat menulis. Mengapa saya menulis? Karena saya punya tujuan, ingin memberi
kemanfaatan, ingin mendapat kemanfaatan baik untuk diri sendiri maupun orang
lain. Dengan demikian, kita akan selalu termotivasi untuk menulis. Kita akan
selalu bersemangat untuk menulis apapun yang ada dalam benak kita.
Manfaat menulis dibagi dua bagian besar,
yaitu:
B. Kemanfaatan yang bercorak praktis
A.
Kemanfaatan
yang bercorak nilai atau spiritual
1.
1. Membuat
kita banyak membaca dan banyak belajar
Orang
yang menulis sesuatu, tapi malas membaca referensi, maka tulisannya tidak
berkembang, pembahasannya dangkal, tidak memiliki perluasan pengetahuan dari
hasil pembelajarannya. Dengan banyak membaca, maka kita banyak belajar. Dengan
demikian, pengetahuan kita akan bertambah, ilmu kita bertambah, wawasan kita
bertambah. Hasrat untuk menambah ilmu dan pengetahuan merupakan suatu pilihan.
Ada orang yang terus bertambah ilmu pengetahuannya, tapi ada juga orang yang
ilmu pengetahuannya sebegitu gitu saja, tidak bertambah, mandeg. Oleh Karena
itu, agar kita dapat terus menambah ilmu dan pengetahuan, maka kita harus rajin
menulis. Semakin kita banyak menulis, maka kita dituntut untuk semakin banyak
membaca. Dengan banyak membaca, maka pengetahuan banyak diperoleh. Semakin luas
dunia yang bisa kita mengerti dan yang bisa kita pahami. Kita menjadi pandai,
pintar, cerdas, mengetahui banyak hal, dan pada ahirnya, kita akan selalu
termotivasi, semangat untuk selalu menulis.
1 2. Melatih
berfikir logis dan sistematis
Menulis
melatih kita untuk berfikir logis dan sistematis. Menulis apapun harus logis
dan sistematis, misalnya menulis fiksi, cerita pendek atau novel. Dalam cerita
pendek maupun novel, pembaca bisa membuat penilaian terhadap yang dibacanya,
apakah ceritanya atau jalan ceritanya logis, masuk akal apa tidak masuk akal.
Menulis fiksi maupun non fiksi melatih kita berfikir logis dan sistematis.
Kalau kita menulis ngawur tanpa dasar atau rujukan yang benar, maka pembaca
akan menemukan banyak kejanggalan kejanggalan, sehingga pembaca tidak nyaman.
Tulisan Science Fiction atau Fiksi
Ilmiah, juga harus ditulis dengan dasar dasar ilmiah yang benar, meskipun itu
tulisan fiksi. Demikian pula halnya tulisan sejarah, bagaimana orang
menghubungkan antar sejarah dan mengemasnya menjadi suatu tulisan yang menarik.
Contoh, karya penulis maestro
Yogyakarta, S.H. Mintaredja, seperti Api di Bukit Menoreh, Sisa sisa Laskar
Pajang, Nogo Sosro Sabuk Inten. Masyarakat Yogya menjadi memiliki keakraban
tertentu dengan istilah menoreh, Karena salah satunya melalui karya S.H. Mintaredja. Beliau punya kemampuan
menghubungkan dan menggabungkan antara cerita sejarah dan khayalan, namun tidak
ngawur, tapi logis dan sistematis.Walaupun tulisan beliau katagorinya fiksi,
tapi fiksi yang berdasarkan sejarah. Seperti dalam karya tulis cerita beliau
yang legendaris, seperti “Nogo Sosro Sabuk Inten”, terdapat tokoh tokoh yang
memang benar benar ada dalam sejarah, tapi ada juga tokoh tokoh tambahan
lainnya yang berupa khayalan, sebagai daya tarik cerita. Jadi, kalau orang
nulis sejarah dengan ngawur, tanpa dasar atau data, akan merusak sejarah, dan
akan diprotes banyak orang. Makanya menulis apapun, fiksi ataupun non fiksi,
harus ditulis dengan urutan logis dan sistematis. Oleh sebab itu, semakin kita
banyak menulis akan semakin terbiasa dengan berpikir logis dan sistematis,
khususnya untuk tulisan tulisan panjang seperti buku, cerita bersambung, dan
artikel ilmiah. Tidak hanya tulisan panjang saja, tulisan pendekpun harus
digarap secara logis dan sistematis. Artikel sependek apapun membutuhkan
sistematika, seperti ada pendahuluan, kemudian ada isi yang membahas hal
tertentu dan biasanya dibagi menjadi beberapa sub bagian, dan terahir ada
penutup. Meskipun kita tidak menulis outline,
begitu menulis sudah otomatis ada kerangka dalam pikiran kita, saya sedang
menulis pendahuluan, saya sedang menulis isi, saya sedang menulis penutup.
Sistematis dari mulai pendahuluan, kemudian isi yang memuat pokok pokok masalah,
kemudian masing masing pokok masalah ada pembahasannya, ada analisanya, dan
kemudian terakhir ditutup dengan kesimpulan. Hal tersebut merupakan cara
berpikir logis dan sistematis. Jadi semakin kita banyak menulis, kita akan
terlatih berfikir logis dan sistematis.
3. Cara
kita untuk mengikat makna
Menurut
Hernowo, membaca itu merupakan cara kita menangkap makna, sedangkan menulis merupakan
cara kita mengikat makna. Misalnya profesi guru, dosen, pengajar, pendakwah
dalam membuat materi ajarnya ataupun materi dakwahnya harus banyak baca buku
buku rujukan. Dalam proses membaca ini, yang bersangkutan sedang menangkap
makna. Setelah makna ditangkap, kemudian dituliskan atau diungkapkan dalam
bentuk tulisan. Proses penulisan tersebut merupakan proses mengikat makna.
Dengan demikian makna yang sudah ditangkap diikat, sehingga tidak mudah hilang,
tidak menguap, dan akan teringat lama di
memori pikiran, karena kita menuliskannya kembali.
4. Sarana
Katarsis
Sarana
mengungkap suasana hati melalui tulisan. Seseorang akan merasa lega bila telah
mengungkapkan uneg unegnya melalui tulisan. Seseorang akan merasa ringan
bebannya karena telah mencurahkan melalui tulisan apa yang menjadi ganjalan di
hatinya. Suasana hati tersebut, seperti misalnya orang yang sedang menghadapi
masalah, biasanya ada yang mengganjal dihatinya, hatinya tidak enak, kemudian
dicurahkan melalui tulisan. Jadi menulis itu merupakan katarsis, merupakan
nilai yang dapat memberi suasana hati nyaman. Maka dari itu, orang yang senang
menulis, biasanya jauh dari stress, depresi, atau hal hal yang memberatkan
hatinya.
5. Sarana dakwah
Menulis
dapat dijadikan sarana dakwah. Banyak hal yang tidak dapat disampaikan secara
lisan kepada khalayak, tapi dapat disampaikan ke banyak khalayak melalui
tulisan. Dakwah merupakan penyampaian pesan secara langsung namun terbatas baik
audiensnya maupun areanya, sedangkan tulisan bisa dibaca secara sangat luas,
tidak terbatas, baik audiensnya maupun lokasinya.
6.. Sebagai
sarana edukasi dan berbagi
Sarana pengajaran,
pembelajaran, pencerahan, dan berbagi hal hal yang bermanfaat untuk orang lain.
Penyampain hal hal yang bermanfaat dalam seminar, terbatas audiens maupun
lokasinya. Hanya dapat dihadiri puluhan atau ratusan peserta. Kalau penyampain
ataupun berbagai hal hal yang bermanfaat melalui tulisan, maka audiensnya dan
lokasinya sangat luas. Dibaca ribuan, bahkan jutaan orang, di manapun berada.
7. 7. Kepuasan
mental, kepuasan intelektual, dan kepuasan spiritual
Melalui
menulis, kita akan merasa puas jika tulisan kita selesai. Demikian juga akan
merasa puas jika tulisan kita dipublikasi. Dengan demikian terdapat kepuasan
mental, intelektual, maupun spiritual yang tidak bisa digantikan dengan bayaran
apapun. Jika kita menulis sesuatu yang dilakukan dengan susah payah, misalnya
menulis sebuah buku, kesusah payahan misalnya dalam mencari referensi, mencari
sumber data, mencari sumber penulisan, mencari inspirasi ke banyak tempat, ke
banyak orang, lalu kita tuliskan dengan susah payah, menghabiskan waktu lama,
berbulan bulan, bahkan bertahun tahun, maka begitu kita selesai menulis,
meskipun buku itu tidak best seller,
tidak dikenal, tapi berhasil diselesaikan dan dicetak dan dipasarkan, maka kita
akan merasa puas. Menjadi kepuasan tersendiri. Kepuasan mental, intelektual,
dan spiritual yang sulit untuk digantikan dengan materi atau uang berapapun.
Setelah kita
mengetahui dan paham tujuan serta manfaat menulis, diharapkan kita akan semakin
termotivasi. Motivasi tersebut diharapkan akan menjadi daya dorong yang kuat
untuk menuangkan berbagai gagasan ke dalam tulisan. Motivasi inilah yang
menyebabkan kita tidak lelah menulis, menyempatkan waktu, tergerak untuk selalu
menulis dimanapun dan kapanpun. Motivasi inilah yang membuat kita selalu menyempatkan
diri untuk menuangkan pikiran, gagasan, ide, perasaan ke dalam tulisan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar