Rabu, 21 November 2018


Dasar-dasar Menulis
Bagian 2

Oleh: Bambang Setiabudi Sankarto


B.     Kemanfaatan bercorak Praktis

1.      Dikenal Publik
Penulis dapat menjadi terkenal karena berbagai karya tulisnya. Namun demikian, tidak semua penulis bisa menjadi orang terkenal, yaitu menjadi tokoh publik yang semua orang tahu. Bila disebut namanya semua orang tahu. Meskipun seorang penulis tidak terkenal, minimal dia dikenal, sehingga dapat memperkuat identitasnya. Orang hanya dengan mengetikan nama penulis di Search engine yang ada di internet, sejumlah informasi terkait penulis dimaksud akan didapatkan, sehingga akan diketahui siapa penulis yang dimaksud, termasuk berbagai karya tulisnya dapat diketahui. Dengan demikian, melalui berbagai karya tulisnya, seseorang dapat dikenal, sehingga akan memudahkan urusannya. Karya tulis merupakan jendela untuk kita melihat keluar, dan sekaligus merupakan jendela agar orang lain dapat melihat diri kita.

2.      Ekonomis
Orang yang menghasilkan karya tulis dapat memperoleh kemanfaatan ekonomis, baik langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, misalnya orang yang menulis artikel di koran lokal, nasional, ataupun di majalah akan langsung mendapat uang atau honor. Demikian juga, orang yang menulis buku akan mendapatkan uang langsung dari beli putus penerbit terhadap bukunya atau langsung mendapat bayaran sekaligus di muka dari penerbit. Bisa juga mendapat royalty, ialah mendapatkan bagian uang secara terus menerus sesuai prosentasinya dari sejumlah buku yang terjual. Lain halnya dengan kemanfaatan ekonomis yang tidak langsung, penulis akan memperoleh uang atau bayaran saat diundang menjadi pembicara, narasumber, atau fasilitator. Mengapa demikian, karena yang bersangkutan dikenal kompetensinya, memahami bidang tertentu melalui berbagai karya tulisnya. Dengan demikian, saat panitia seminar, workshop ataupun symposium membutuhkan narasumber atau pembicara yang sesuai dengan tema yang diusungnya pada sebuah forum yang akan diselenggarakan, maka penulis dimaksud akan diundang menjadi pembicara, narasumber, atau fasilitator.

3.      Kesehatan
Orang menjadi sehat karena menulis. Orang depresi, cemas, galau akan lega hatinya karena menulis. Berbagai beban yang tidak mengenakan hatinya akan tercurah melalui tulisannya, dan membuat hatinya menjadi lega. Dengan demikian, menulis merupakan bagian dari terapi, dan menulis itu menyehatkan. Oleh karenanya, manfaat kesehatan dapat diperoleh dengan jalan menulis.

4.      Sarana membuka dan mengenal dunia
Melalui karya tulis, seseorang bisa mengunjungi berbagai tempat di dalam negeri, dan juga bisa terbang ke berbagai negara. Diterbangkan oleh buku, oleh karya tulis. Contohnya, ketika Pak Cah telah banyak menghasilkan artikel di media masa dan menulis buku, Pak Cah dapat terbang ke berbagai wilayah di Indonesia, Aceh sampai Papua, dari pulau ke pulau, sampai ke macanegara atau berbagai negara lain. Mengapa demikian? Karena melalui karya tulisnya, baik artikel maupun buku, Pak Cah menjadi dikenal kompetensinya, sehingga beliau diundang ke berbagai daerah ataupun negara untuk menjadi narasumber atau pembicara diberbagai forum. Demikian pula halnya kita, seandainya kita nanti telah banyak menghasilkan karya tulis, kemungkinan besar orang akan mengenal kita, mengetahui kompetensi kita, dan mungkin juga kita akan diundang panitia suatu forum sebagai pembicara, narasumber untuk memberi pencerahan ataupun pengetahuan kepada peserta forum. Di Indonesia, profesi sebagi penulis tidak menjanjikan bahwa penulis akan menjadi seorang yang kaya raya. Namun demikian, bukan berarti tidak mungkin, karena ada beberapa penulis bisa menjadi kaya karena karya tulisnya. Novelnya menjadi best seller, bahkan diangkat menjadi film layar lebar. Penulis tersebut seperti: Habiburrahman El Shirazy dengan Novelnya antara lain yang berjudul “Ayat ayat Cinta”, dan Andrea Hirata dengan Novelnya berjudul “Laskar Pelangi”. Dari novelnya tersebut, mereka mendapat royalty total sebesar lebih dari “Empat Milyar” dari hasil penjualan bukunya. Disamping itu, juga mendapat royalty dari film yang mengangkat cerita dari novel mereka. Meskipun kita, misalnya tidak bisa menghasilkan royalty milyaran dari hasil karya tulis kita, minimal kita bisa mendapat kemanfaatan dan pahala yang terus menerus dari apa yang kita tulis. Hal tersebut lebih menjanjikan dan lebih riil untuk kita dapatkan.

Prinsip prinsip dalam menulis
Dalam membuat karya tulis, agar mendapatkan kemanfaatan dunia maupun akhirat, terhindar dari pelanggaran norma adat dan hukum, tentunya kita harus berpegang kepada prinsip prinsip nilai moral, akhlak, dan mental yang baik. Prinsip prinsip tersebut antara lain:

1.      Kebenaran
Menulislah yang benar yang kita yakini kebenarannya. Kalau tidak yakin akan kebenarannya, jangan ditulis. Bagaimana kita bisa menuliskan sesuatu, kalau kita sendiri ragu akan kebenarannya, apalagi menulis sesuatu yang bertujuan ideologis atau dakwah. Tujuan ideologis mempunyai makna bahwa kita sedang memengaruhi orang. Bagaimana bisa memengaruhi orang jika kita sendiri tidak yakin terhadap apa yang kita tulis atau kita sampaikan. Menulis itu mempunyai pertanggungjawaban uhrowi atau akhirat. Bila yang dituliskan benar dan membawa orang lain menuju kebenaran, maka itu menjadi amal jariyah. Merupakan amal ibadah yang terpuji, sepanjang tulisannya memberi kemanfaatan kepada para pembacanya. Penulisnya akan mendapat pahala yang terus mengalir, meskipun telah meninggal. Sebaliknya, bila kita menulis sesuatu yang berdampak negatif atau menginspirasi pembacanya untuk berbuat jahat atau maksiat, bertolak belakang dengan norma, ahlak, dan moral yang baik, maka akan mendapat cela, mendapat hukum dunia maupun ahirat.

2.      Kebermanfaatan
Kita menulis sesuatu itu harus ada manfaatnya. Kalau sesuatu saya tulis, apa manfaatnya? Kalau sesuatu saya sampaikan, apa manfaatnya? Misalnya menulis tema keluarga. Manfaatnya supaya orang yang berumah tangga dapat hidup “sakinah, mawadah, warohmah”, terhindar dari berbagai petaka dalam rumah tangga. Menulis apapun harus ada kemanfaatan yang positip untuk diri kita maupun untuk orang lain, misalnya menginspirasi orang untuk melakukan kebaikan, menasehati orang untuk melakukan kebaikan, mencegah orang dari perbuatan buruk.

3.      Etis
Yang dimaksud dengan ”etis” adalah sesuatu yang berkaitan dengan atau berurusan dengan moral atau prinsip prinsip  moralitas serta berkaitan dengan benar dan salah dalam melakukan sesuatu. Oleh karena itu, Jangan menulis yang menyakitkan orang atau kelompok. Jangan menyinggung orang atau kelompok. Di era digital saat ini, informasi yang disampaikan melalui media sosial begitu derasnya, sehingga terkadang sulit untuk memfilternya, membedakannya mana yang benar dan yang tidak benar, hoax, berita sampah, ataupun sesuatu yang tidak ada realitasnya. Dalam konteks ini, maka perlu mengedepankan etika dalam menulis, termasuk menyebarkan karya tulisnya. Sebagai panduan terkait etika, perlu membaca Fatwa yang disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia mengenai bermuamalah di media social. Perlu diingat, tulisan yang menyinggung orang, kelompok, komunitas, dan organisasi apapun, akan mendapat konsekwensi hukum sesuai Undang undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Jadi, menulis apapun harus berprinsip pada etika, agar terhindar dari hukum.


Dasar-dasar Menulis
Bagian 1

Oleh: Bambang Setiabudi Sankarto

Dasar dasar menulis merupakan prinsip atau hal hal mendasar yang perlu dipahami agar kita termotivasi untuk mewujudkan suatu tulisan. Tanpa kita mengerti dan memahaminya, barangkali kita akan sulit termotivasi untuk menulis, mewujudkan suatu tulisan. Melainkan hanya punya keinginan saja yang selalu menggelitik untuk ingin menulis. Sebatas keinginan. Dasar dasar menulis yang disampaikan mencakup “Tujuan Menulis” dan “Manfaat Menulis”.

Pengalaman dalam hal menulis

Pak Cah sejak duduk di bangku Sekolah Dasar gemar membaca. Kegemarannya membaca didukung oleh status ibundanya sebagai Kepala Sekolah Dasar, sehingga Pak Cah kecil leluasa membaca habis berbagai buku yang tersedia di perpustakaan Sekolah Dasar tersebut. Hobi membacanya ternyata berdampak terhadap kemampuan menulisnya, yang pada ahirnya menulis menjadi kusukaan, hobi Pak Cah. Ternyata kesukaan membaca ada hubungannya dengan kemampuan menulis.
Pak Cah mulai senang menulis sejak beliau di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), tapi tulisan beliau saat itu yang berupa cerpen, puisi  tidak pernah dipublikasi, tapi semata mata hanya untuk kepentingan dokumentasi saja, semata mata karena beliau merasa senang menulis. Setahun setelah beliau kuliah di Universitas Gajah Mada, tepatnya tahun 1986, karya tulis beliau mulai dipublikasi di koran lokal. Karya tulis tersebut berupa tanggapan atas suatu artikel opini yang dimuat di koran tersebut. Menurut beliau, tulisan opini yang dimaksud menyampaikan sesuatu tentang islam, tapi tulisannya ngawur.  Oleh karena itu, beliau tergelitik untuk menulis artikel tanggapan yang bertujuan untuk mengoreksi, meluruskan artikel opini tersebut. Betapa bahagia hati Pak Cah saat itu, tulisan pertama kalinya diterima redaksi dan dimuat di koran. Beliau senang, ternyata dapat menulis. Setelah itu, beliau rajin menulis, berkontribusi artikel di majalah fakultas, kemudian majalah universitas, dan majalah majalah islam, serta di koran lokal Jawa Tengah, dan koran nasional. Setelah merasa mampu menulis, Pak Cah kemudian memperbanyak tulisan untuk dimuat di berbagai majalah. Dari honor menulis di berbagai majalah itulah, Pak Cah membiayai kuliah dan membiayai hidupnya bersama anak isteri. Menulis ahirnya menjadi salah satu penghidupannya.

Sekarang, Pak Cah menulis untuk berbagi. Beliau menulis rutin di berbagai website, misalnya Kompasiana dan keluarga.or.id dengan tema pernikahan dan keluarga. Hingga saat ini, beliau sudah menulis sebanyak empat puluh enam (46) buku yang tidak dicetak ulang karena pasang surut industri penerbitan, kecuali buku seri “Wonderful Family” masih dicetak ulang. Saat ini, beliau juga sedang merampungkan bukunya yang ke empat puluh tujuh (47) yang masih dalam proses penerbitan.

I.    Tujuan Menulis
Tujuan menulis ada beberapa klasifikasi, yaitu:
1.      Ideologis
Tujuan ideologis berkaitan dengan keyakinan hidup, pandangan hidup, misi tertentu,  atau sesuatu yang diyakini kebenarannya dan menginginkan agar orang lain menerima kebenarannya itu. Tidak pamrih bayaran, popularitas, diakses apa tidak, disukai apa tidak. Intinya, tujuan ideologis memiliki misi tertentu, yaitu ingin memengaruhi orang lain melalui tulisan.

2.      Akademis
Berkaitan dengan kegiatan di sekolah, kampus, lembaga akademik, misalnya dosen diwajibkan menulis di jurnal ilmiah untuk memenuhi angka kredit jabatan fungsionalnya atau kenaikan pangkatnya. Contoh lain seperti menulis bahan kuliah, bahan penyuluhan, buku rujukan, laporan praktikum, skripsi, tesis, dan disertasi. Tulisan dengan tujuan ini, biasanya terikat aturan akademis, seperti sistematika penulisan, penyajian tulisan, format bahasa, penggunaan istilah dsb.

3.      Ekonomi.
Menulis untuk mendapatkan keuntungan materi, misalnya menerbitkan buku dengan jalan beli putus, dengan system royalty atau ada juga yang mengikuti lomba penulisan artikel dengan harapan mendapatkan hadiah.

4.      Psikologis
Misalnya katarsis, yang merupakan cara penyaluran berbagai emosi atau suasana hati. Orang yang sedang sedih kemudian mencurahkan kesedihannya melalui tulisan agar hatinya menjadi lega. Orang yang sedang gembira, mencurahkan kegembiraannya lewat tulisan sehingga dapat mengoptimalkan kebahagiaannya atau berbagi kebahagiaannya. Jadi tujuan psikologis merupakan cara menyalurkan suasana hati atau perasaan, baik senang, sedih, galau, suka, tidak suka dan sebagainya melalui tulisan, untuk dishare dengan orang lain agar hatinya menjadi lega.

5.      Politis
Para politisi atau mereka yang bergerak di bidang politik, menulis sesuatu biasanya untuk tujuan politik, dan menggunakan cara cara politis, misalnya terkait dengan even even politik yang sifatnya praktis maupun edukasi politik kepada masyarakat. Jadi sifatnya, baik untuk politik praktis maupun pendidikan politik.

6.      Pedagogis
Berkaitan dengan proses pendidikan. Menulis untuk mendidik, apapun temanya. Mengedukasi nilai nilai, gaya hidup, hal hal praktis dalam kehidupan sehari hari. Hakekatnya untuk mendidik atau mengedukasi masyarakat.

7.      Medis
Berhubungan dengan terapi. Diyakini bahwa menulis itu menyehatkan. Diyakini bahwa menulis memiliki beberapa manfaat kesehatan, seperti kesehatan mental, spiritual, dan fisik, termasuk juga pencegahan penyakit penyakit tertentu.

8.      Praktis bahkan Pragmatis
Misalnya untuk popularitas, seseorang menulis dengan harapan dapat popular atau terkenal di masyarakat atau komunitas tertentu. Ada juga orang menulis dengan tujuan praktis, untuk menyelesaikan tugas atau memenuhi syarat syarat tertentu, seperti menulis laporan, makalah, skripsi, tesis, disertasi.

Seseorang membuat suatu tulisan, pada dasarnya tidaklah selalu memiliki salah satu tujuan saja, tetapi bisa saja memiliki beberapa tujuan, Misalnya seseorang menulis suatu artikel dengan tujuan selain politis, juga pedagogis dan juga praktis. Jadi, beberapa tujuan bisa terangkum dalam suatu penulisan.  

II.    Manfaat Menulis
Dalam hal menulis, selain harus mengetahui tujuan, kita juga harus mengetahui apa manfaat menulis. Mengapa saya menulis? Karena saya punya tujuan, ingin memberi kemanfaatan, ingin mendapat kemanfaatan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian, kita akan selalu termotivasi untuk menulis. Kita akan selalu bersemangat untuk menulis apapun yang ada dalam benak kita.

Manfaat menulis dibagi dua bagian besar, yaitu:
A    Kemanfaatan yang bercorak nilai atau spiritual
B.  Kemanfaatan yang bercorak praktis


A.    Kemanfaatan yang bercorak nilai atau spiritual
1.      
      1. Membuat kita banyak membaca dan banyak belajar

Orang yang menulis sesuatu, tapi malas membaca referensi, maka tulisannya tidak berkembang, pembahasannya dangkal, tidak memiliki perluasan pengetahuan dari hasil pembelajarannya. Dengan banyak membaca, maka kita banyak belajar. Dengan demikian, pengetahuan kita akan bertambah, ilmu kita bertambah, wawasan kita bertambah. Hasrat untuk menambah ilmu dan pengetahuan merupakan suatu pilihan. Ada orang yang terus bertambah ilmu pengetahuannya, tapi ada juga orang yang ilmu pengetahuannya sebegitu gitu saja, tidak bertambah, mandeg. Oleh Karena itu, agar kita dapat terus menambah ilmu dan pengetahuan, maka kita harus rajin menulis. Semakin kita banyak menulis, maka kita dituntut untuk semakin banyak membaca. Dengan banyak membaca, maka pengetahuan banyak diperoleh. Semakin luas dunia yang bisa kita mengerti dan yang bisa kita pahami. Kita menjadi pandai, pintar, cerdas, mengetahui banyak hal, dan pada ahirnya, kita akan selalu termotivasi, semangat untuk selalu menulis.

1    2. Melatih berfikir logis dan sistematis

Menulis melatih kita untuk berfikir logis dan sistematis. Menulis apapun harus logis dan sistematis, misalnya menulis fiksi, cerita pendek atau novel. Dalam cerita pendek maupun novel, pembaca bisa membuat penilaian terhadap yang dibacanya, apakah ceritanya atau jalan ceritanya logis, masuk akal apa tidak masuk akal. Menulis fiksi maupun non fiksi melatih kita berfikir logis dan sistematis. Kalau kita menulis ngawur tanpa dasar atau rujukan yang benar, maka pembaca akan menemukan banyak kejanggalan kejanggalan, sehingga pembaca tidak nyaman. Tulisan Science Fiction atau Fiksi Ilmiah, juga harus ditulis dengan dasar dasar ilmiah yang benar, meskipun itu tulisan fiksi. Demikian pula halnya tulisan sejarah, bagaimana orang menghubungkan antar sejarah dan mengemasnya menjadi suatu tulisan yang menarik.  Contoh, karya penulis maestro Yogyakarta, S.H. Mintaredja, seperti Api di Bukit Menoreh, Sisa sisa Laskar Pajang, Nogo Sosro Sabuk Inten. Masyarakat Yogya menjadi memiliki keakraban tertentu dengan istilah menoreh, Karena salah satunya melalui karya  S.H. Mintaredja. Beliau punya kemampuan menghubungkan dan menggabungkan antara cerita sejarah dan khayalan, namun tidak ngawur, tapi logis dan sistematis.Walaupun tulisan beliau katagorinya fiksi, tapi fiksi yang berdasarkan sejarah. Seperti dalam karya tulis cerita beliau yang legendaris, seperti “Nogo Sosro Sabuk Inten”, terdapat tokoh tokoh yang memang benar benar ada dalam sejarah, tapi ada juga tokoh tokoh tambahan lainnya yang berupa khayalan, sebagai daya tarik cerita. Jadi, kalau orang nulis sejarah dengan ngawur, tanpa dasar atau data, akan merusak sejarah, dan akan diprotes banyak orang. Makanya menulis apapun, fiksi ataupun non fiksi, harus ditulis dengan urutan logis dan sistematis. Oleh sebab itu, semakin kita banyak menulis akan semakin terbiasa dengan berpikir logis dan sistematis, khususnya untuk tulisan tulisan panjang seperti buku, cerita bersambung, dan artikel ilmiah. Tidak hanya tulisan panjang saja, tulisan pendekpun harus digarap secara logis dan sistematis. Artikel sependek apapun membutuhkan sistematika, seperti ada pendahuluan, kemudian ada isi yang membahas hal tertentu dan biasanya dibagi menjadi beberapa sub bagian, dan terahir ada penutup. Meskipun kita tidak menulis outline, begitu menulis sudah otomatis ada kerangka dalam pikiran kita, saya sedang menulis pendahuluan, saya sedang menulis isi, saya sedang menulis penutup. Sistematis dari mulai pendahuluan, kemudian isi yang memuat pokok pokok masalah, kemudian masing masing pokok masalah ada pembahasannya, ada analisanya, dan kemudian terakhir ditutup dengan kesimpulan. Hal tersebut merupakan cara berpikir logis dan sistematis. Jadi semakin kita banyak menulis, kita akan terlatih berfikir logis dan sistematis.

3. Cara kita untuk mengikat makna


Menurut Hernowo, membaca itu merupakan cara kita menangkap makna, sedangkan menulis merupakan cara kita mengikat makna. Misalnya profesi guru, dosen, pengajar, pendakwah dalam membuat materi ajarnya ataupun materi dakwahnya harus banyak baca buku buku rujukan. Dalam proses membaca ini, yang bersangkutan sedang menangkap makna. Setelah makna ditangkap, kemudian dituliskan atau diungkapkan dalam bentuk tulisan. Proses penulisan tersebut merupakan proses mengikat makna. Dengan demikian makna yang sudah ditangkap diikat, sehingga tidak mudah hilang,  tidak menguap, dan akan teringat lama di memori pikiran, karena kita menuliskannya kembali.

4. Sarana Katarsis


Sarana mengungkap suasana hati melalui tulisan. Seseorang akan merasa lega bila telah mengungkapkan uneg unegnya melalui tulisan. Seseorang akan merasa ringan bebannya karena telah mencurahkan melalui tulisan apa yang menjadi ganjalan di hatinya. Suasana hati tersebut, seperti misalnya orang yang sedang menghadapi masalah, biasanya ada yang mengganjal dihatinya, hatinya tidak enak, kemudian dicurahkan melalui tulisan. Jadi menulis itu merupakan katarsis, merupakan nilai yang dapat memberi suasana hati nyaman. Maka dari itu, orang yang senang menulis, biasanya jauh dari stress, depresi, atau hal hal yang memberatkan hatinya.

5. Sarana dakwah

Menulis dapat dijadikan sarana dakwah. Banyak hal yang tidak dapat disampaikan secara lisan kepada khalayak, tapi dapat disampaikan ke banyak khalayak melalui tulisan. Dakwah merupakan penyampaian pesan secara langsung namun terbatas baik audiensnya maupun areanya, sedangkan tulisan bisa dibaca secara sangat luas, tidak terbatas, baik audiensnya maupun lokasinya.

6.. Sebagai sarana edukasi dan berbagi

Sarana pengajaran, pembelajaran, pencerahan, dan berbagi hal hal yang bermanfaat untuk orang lain. Penyampain hal hal yang bermanfaat dalam seminar, terbatas audiens maupun lokasinya. Hanya dapat dihadiri puluhan atau ratusan peserta. Kalau penyampain ataupun berbagai hal hal yang bermanfaat melalui tulisan, maka audiensnya dan lokasinya sangat luas. Dibaca ribuan, bahkan jutaan orang, di manapun berada.

7.   7. Kepuasan mental, kepuasan intelektual, dan kepuasan spiritual

Melalui menulis, kita akan merasa puas jika tulisan kita selesai. Demikian juga akan merasa puas jika tulisan kita dipublikasi. Dengan demikian terdapat kepuasan mental, intelektual, maupun spiritual yang tidak bisa digantikan dengan bayaran apapun. Jika kita menulis sesuatu yang dilakukan dengan susah payah, misalnya menulis sebuah buku, kesusah payahan misalnya dalam mencari referensi, mencari sumber data, mencari sumber penulisan, mencari inspirasi ke banyak tempat, ke banyak orang, lalu kita tuliskan dengan susah payah, menghabiskan waktu lama, berbulan bulan, bahkan bertahun tahun, maka begitu kita selesai menulis, meskipun buku itu tidak best seller, tidak dikenal, tapi berhasil diselesaikan dan dicetak dan dipasarkan, maka kita akan merasa puas. Menjadi kepuasan tersendiri. Kepuasan mental, intelektual, dan spiritual yang sulit untuk digantikan dengan materi atau uang berapapun.

Setelah kita mengetahui dan paham tujuan serta manfaat menulis, diharapkan kita akan semakin termotivasi. Motivasi tersebut diharapkan akan menjadi daya dorong yang kuat untuk menuangkan berbagai gagasan ke dalam tulisan. Motivasi inilah yang menyebabkan kita tidak lelah menulis, menyempatkan waktu, tergerak untuk selalu menulis dimanapun dan kapanpun. Motivasi inilah yang membuat kita selalu menyempatkan diri untuk menuangkan pikiran, gagasan, ide, perasaan ke dalam tulisan.


Pertama Bertemu Pujaan Hati
(Witing Tresno Jalaran Soko Kulino)

Bambang S. Sankarto

Pagi itu..., hari Rabu, tanggal 9 Oktober 2002, cuaca sangat cerah. Angin semilir menerpa dedaunan seolah menari nari riang menyambut pagi. Demikian juga, suara bersahut sahutan beberapa ekor burung yang bertengger di pohon jambu depan rumah, serta terpaan berkas sinar mentari yang masih sepenggalah menambah semarak susana sejuk kota Bogor. Pagi itu, pukul 7:00, seperti biasa aku bergegas pergi ke kantor dengan berjalan kaki. Tiap hari aku pergi-pulang berjalan kaki, karena kantor ku relatif dekat dengan rumah, yaaa…kira kira 20 menitan dengan berjalan santai.

Berjalan kaki ke kantor merupakan keasyikan tersendiri. Disamping berolahraga, sepanjang jalan bisa menyaksikan pemandangan yang beragam setiap harinya, apalagi jalan yang dilalui merupakan jalan tikus yang melintasi tiga perkampungan. Betapa beragamnya aktivitas masyarakat di saat pagi pergi kantor, maupun sore hari saat pulang kantor. Layaknya kehidupan keseharian penduduk pada umumnya. Di pagi hari, biasanya terlihat pemandangan orang lalu lalang pergi menuju kantor, anak anak pergi ke sekolah, ibu ibu ada yang menyuapi anaknya, ada yang sedang membeli bubur ayam, dan ada juga yang sedang berbelanja sayur di si abang gerobak sayur. Di sore hari, biasa terlihat orang pada pulang kantor, anak anak pulang sekolah, ibu ibu menyuapi anaknya, anak anak sedang bermain bersama teman temannya, ada juga berbagai tukang dagang menjajakan dagangannya, seperti pisang goreng, bajigur dan rebusannya, mie bakso, bahkan ada juga siomay.

Pagi itu, teng pukul 7:20, aku sudah sampai di kantor. Melewati pintu gerbang, dua orang satpam dengan senyumnya yang ramah menyapa: ”Selamat Pagi, pak”, lantas aku tersenyum dan membalas salam mereka: “Selamat Pagi”.

Suasana halaman kantor mulai ramai, para pegawai berdatangan. Ada yang berjalan kaki, ada yang mengendarai motor, ada juga yang menggunakan mobil. Sampai di lobby kantor, ku melihat para pegawai berbaris mengantri di depan mesin absen untuk absen masuk kantor. Jam masuk kantor pukul 7:30, aku masih punya waktu kira kira 10 menit, kugunakan untuk sarapan roti gandum dan secangkir kopi.

Berbarengan dengan selsainya sarapan, kolegaku seruangan memberi tahu kalau aku dipanggil pimpinan. Aku segera menghadapi beliau, dan bertanya ada apa aku diminta menghadap? Beliau menjawab: “Hari ini ada pegawai baru bernama Retno, tolong dibimbing dan diberi penjelasan Tugas Pokok dan Funsi Bidang ini, Program dan Rencana Kerja, serta berbagai kegiatan yang dilaksanakan tahun ini. “Baik bu”, sahutku. Selang beberapa saat, terdengar olehku suara ketukan pintu ruangan pimpinanku yang diiringi suara salam, “tuk…tuk…tuk”, “assalamualaikum”. Ku sahut: “waalaikumsalam”.  Begitu pintu terbuka, ku lihat mas Hadi, staf Sub Bagian Kepegawaian, masuk bersama seorang wanita muda. Kemudian pimpinanku mempersilahkan duduk. Sebelum duduk, mas Hadi memperkenalkan wanita yang bersamanya: “Bu, ini staf baru kantor kita, namanya Retno”. Kemudian Retno dan pimpinanku, Ibu Liani, saling berjabat tangan. Demikian juga aku dan Retno berjabat tangan saling memperkenalkan diri. Mas Hadi kemudian menyerahkan Retno ke Ibu Liani, sesuai SuratKeputusan Penempatan Pegawai. Setelah itu, Mas Hadi pamit, dan kemudian ibu Liani menyerahkan Retno kepadaku untuk diorientasi di Bidang tempat kerjaku.

Keesokan harinya, sebelum menjelaskan apa yang akan diorientasi, aku ngobrol sedikit mengorek informasi tentang Retno. Dia ternyata bertempat tinggal di Jakarta bersama orangtuanya. Untuk sementara dia pergi-pulang ke kantor di Bogor naik kereta. Setelah itu, Retno ku perkenalkan kepada seluruh pegawai yang ada di Bidang dimana aku bekerja. Setelah ku perkenalkan, kemudian aku beri penjelasan dan pengetahuan tentang ruang lingkup tugas dan fungsi Bidang dimana nanti Retno bekerja, juga program dan berbagai kegiatannya. Selama sebulan, Retno melakukan orientasi tersebut. Disela sela waktu orientasi, aku pernah makan siang bersamanya. Disaat itu, Retno bercerita bahwa dia mempunyai pakde dan bude (uwa) yang tinggal di Bogor. Dia menceritakan bahwa pakde dan budenya tersebut tinggal di Komplek Pertanian, memiliki tiga orang anak yang bernama Tanti, Fenti, dan Bagus. Dari ceritanya tersebut, ternyata aku kenal dekat dengan keluarga Pakde dan Budenya. Mengapa?? Karena Fenti adalah teman sekolahku saat SMA dan teman kuliah waktu S1. Aku menceritakannya kepada Retno. Retno cukup terkejut aku mengenal keluarga Pakde-budenya, dan langsung minta diantar kerumah Pakdenya.

Sore hari, setelah pulang kantor, aku mengantar Retno ke rumah Pakde-budenya. Dengan speda motorku, ku bonceng dia menuju rumah Pakdenya. Sesampai di rumah Pakdenya, budenya Retno terkejut dan agak keheranan melihat aku datang bersama cucunya. Kemudian kami saling berjabat tangan. Retno berpelukan erat dengan budenya, menunjukan kangen yang sudah lama tidak berjumpa. Pakdenya, saat itu tidak berada di rumah, sedang tugas ke luar kota. Setelah aku dipersilahkan duduk, budenya langsung akan membuatkan kami minum, tapi dicegah Retno: “Biar aku yang buatkan minum, bude”. Kata bude: “Ayo sini ikut bude ke dapur”. Lalu mereka berdua menuju dapur. Sambil membuat minuman, entah apa yang mereka obrolkan di dapur. Mungkin tidak jauh dari saling berbagi khabar antar keluarga, gumamku. Tidak begitu lama, datanglah bude dan Retno sambil membawa nampan yang berisi cangkir minuman dan 2 toples kue. Setelah minuman dan kue ditaruh di meja, aku dipersilahkan bude untuk meminumnya. “Monggo diunjuk, mas”, kata bude. “Iya bu, terimakasih”, jawabku. Kemudian minuman teh hangat yang telah tersaji, aku sruput. Segar dan memudarkan dahaga, rasanya. Bude lantas bertanya: “Ini kok bisa ke sini berduaan, bagaimana ceritanya?” Kemudian Retno menceritakan kepada budenya: “Gini lho bude. Aku ini diterima bekerja di kantor mas Budi ini, lho”, sambil menunjuk kepadaku. “Mulai hari kemarin sampai kira kira satu bulan ke depan, aku dalam masa orientasi, sebelum diterjunkan ke pekerjaan”. “Ooo…alaaahhh…Mas Budi iki konco sekolahane Fenti sejak SMA lan wektu kuliah, Ret., dunyo iki sempat, yo”, jawab bude dengan gembira. “Kamu sekarang selama orientasi tinggal dimana?” Tanya bude. “Pulang pergi, bude”, jawab Retno. Bude kemudian bilang: “Wis, mulai besok kamu tinggal di rumahku, di belakang masih ada dua kamar yang kosong. Sana tempati”. “Iya bude, aku ijin bapak ibu dulu”, kata Retno. “Ibu Bapakmu pasti ngijinin, wong tinggal di rumah budenya”. “Iya bude”, tukas Retno menjawab tawaran budenya yang bicaranya begitu bersemangat.

Seminggu setelah kunjungan ke rumah budenya tersebut, Retno mulai pindah ke rumah budenya, dan saat itu, aku juga membantu kepindahannya sesuai permintaan budenya. Sejak tinggal di situ, bude selalu meminta bantuan aku jika ada acara di rumahnya. Aku dan Retno selalu bersama membantu bude. Maklum saat itu, putra dan putrinya bude masih pada kuliah di kota lain. Dari selalu bersama itulah, lambat laun terbit kasih saying antara aku dan Retno. Kalau menurut peribahasa jawa kita mengenalnya dengan Witing Tresno Jalaran Soko Kulino.

Bogor, 9 November 2018


Otobiografiku
Oleh
Bambang S. Sankarto

Bogor. Mungkin kata tersebut sudah tidak asing lagi bagi kebanyakan orang. Kalau mendengar kata Bogor atau melihat tulisan Bogor, yang akan muncul dalam ingatan orang, antara lain Kota Hujan, Kebun Raya, Talas, dan Asinan. Mengapa demikian, karena Bogor merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi. Selain itu, Bogor juga dikenal masyarakat melalui Kebun Rayanya. Sebuah kebun botani besar yang Luasnya mencapai 87 hektar dan memiliki 15.000 jenis koleksi pohon dan tumbuhan. Kebun yang sangat luas tersebut dibangun sejak jaman kolonial belanda oleh seorang berkebangsaan Inggris bernama Stamford Raffles. Hal lain yang membuat Bogor masyhur adalah talas dan asinannya. Dipinggiran jalan Kebun Raya dekat Pasar Bogor, banyak berderet penjual talas. Wisatawan dapat memlih dan membeli beragam talas. Disamping itu ada juga beberapa toko yang menjual kue khas berbahan dasar tepung talas yang dikenal dengan Kue Talas. Tidak kalah tenar dengan talas, asinan Bogor juga menjadi incaran para pelancong yang berkunjung ke Bogor. Baik talas mentah, kue talas, dan asinan sering dijadikan buah tangan oleh para wisatawan maupun orang Bogor yang akan berkunjung ke saudara maupun temannya. Saya yakin, anda semua mengenal Bogor. Nah…di kota itulah, Aku dilahirkan.

Aku dilahirkan pada hari Jumat legi, tanggal 24 Pebruari 1961. Diberi nama Bambang Setiabudi Sankarto. Menurut Ayah, nama tersebut mengandung arti seorang penggembala kesatria yang setia kepada budi pekerti yang luhur. Melalui nama tersebut, saya meyakini tersirat harapan orang tua terhadap anaknya, agar kelak menjadi orang yang memiliki rohani dan jasmani yang baik, serta mampu membimbing orang ke jalan yang baik atau Amar ma'ruf nahi munkar. Insha Allah harapan  tersebut terwujud. Aamiin yaa rabbal almiin. Nama resmiku tersebut, cukup panjang, sehingga orang di rumah ataupun saudara dan teman teman sepermainan memanggilku “Budi”, tapi di sekolah dan di tempat kerja orang memanggilku “Bambang”.

Aku anak ke enam dari enam bersaudara. Aku si bontot, lelaki seorang diri. Kakak kakakku semua, lima limanya perempuan, sehingga aku dan ayahku yang paling ganteng di keluarga, “he…he. he”. Olehkarena anak lelaki cuma satu, dan anak perempuan lima, ayahku sesuai tradisi dan filosofi orang jawa menyebutnya dengan istilah “Pandawa Nyandangi”, mengandung makna bahwa kelima anak perempuan harus mensuport baik materil maupun spiritual kepada anak lelaki yang satu satunya. Betapa senang dan bahagianya aku, saat kakak kakaku sudah pada punya penghasilan aku selalu dikasih uang, bahkan pakaian. Demikian juga saat hari raya lebaran. Selain itu juga, kerap diajak jalan jalan.

Ayahku hanyalah seorang Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara biasa. Karena seorang staf biasa itulah, untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ayahku bekerja keras dengan berbagai usaha, antara lain bengkel las yang memproduksi berbagai perlengkapan rumah tangga, berbahan besi, seperti tempat tidur, kursi, tempat pot, dan lampu gas karbit; Pabrik Batako; Beternak ayam; Beternak ikan; Budidaya Jamur tiram putih. Ayahku seorang pekerja keras, ulet, dan penuh tanggungjawab terhadap keluarga. Demikian pula ibuku, selain sebagai ibu rumah tangga, untuk menopang kebutuhan keluarga, beliau juga memiliki usaha toko sembako. Sewaktu sekolah SD, SMP, dan SMA, aku sering membantu ibuku berbelanja dagangan tokonya, juga aku sering membantu melayani pembeli.  Aku sangat senang dan menikmati bisa membantu ibuku. Aku sangat bangga dan menyayangi kedua orangtuaku.

Masa kecil hingga sebelum nikah, aku tinggal di suatu kampung di Kota Bogor, masuk ke dalam wilayah Kecamatan Kota Bogor Barat. Kampung tersebut dikenal dengan kerajinan istrumen musik gamelannya, baik untuk mengiringi tari, wayang golek, maupun pencak silat. Kampung tersebut bernama “Kampung Pancasan”. Entahlah, kenapa kampung tersebut dinamakan Pancasan. Kalau menurut Wiktionary, sih, Pancasan artinya putusan, ketetapan atau kerampungan. Jadi, mungkin, pada jaman dulu di lokasi tersebut, oleh penguasa setempat telah diputuskan/ditetapkan/diselesaikan sesuatu hal yang penting bagi masyarakat. Makanya disebut Kampung Pancasan. Masa kecilku sangat menyenangkan. Sepulang sekolah, setelah makan dan beristirahat, biasanya aku suka dijemput teman teman untuk bermain. Berbagai permainan dilakukan saat kecil, seperti Dampuh, Galah asin, Gatrik, Ular ularan, Petak umpet, Kelereng, Panggal dsb. Bahkan, aku dan teman teman juga sering bermain dan berenang di sungai. Kebetulan kampungku dilalui oleh sungai Cisadane. Sungguh sangat bahagia, menyenangkan, betapa banyak permainan bisa dilakukan, betapa persaudaraanpun sangat erat diantara teman, sampai sampai kadang kita bawa makanan masing masing untuk dimakan bersama sama di rumah teman dan tempatnya dilakukan secara bergantian. Makan bersama tersebut istilah di kampungku, namanya “Babacakan” atau ada juga yang menyebutnya “Cucurak”. Sungguh masa kecil yang indah dan tak terlupakan.

Aku menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA di kota kelahiranku, Bogor. Jenjang pendidikan selanjutnya aku selesaikan di Jakarta, Los Banos - Filipina, dan Sydney Australia. Saat ini aku bekerja di Bogor, sama halnya dengan ayahku, sebagai Aparatur Sipil Negara.

Kalau dilihat lihat secara umum, aku dari lahir hingga sekarang berdomisili di Bogor. Hanya saja sewaktu kecil tinggal di Kampung Pancasan, sekarang saat tua tinggal di Kampung Pasirjaya, tapi masih di Kecamatan Kota Bogor Barat juga, sih. Seolah olah, dunia sempit, yaa…
Oh…iya, aku memiliki dua orang anak. Anak yang sulung perempuan, sudah selsai pendidikan S1 nya. Sekarang bekerja dan ngekost di Jakarta. Satunya lagi, si bontot, laki-laki, tinggal bersamaku, masih sekolah SMA, jurusan IPA, kelas XI.

Anak anaku saat ini beranjak dewasa, tapi sangat disayangkan istriku sudah tidak dapat mendampinginya lagi, karena sejak si bontot di TK kecil, duabelas tahun lalu, isteriku meninggalkan mereka, meninggalkan dunia setelah tiga setengah tahun melwan penyakitnya yang ganas. Penyakit yang hingga saat ini belum ditemukan obatnya, tak lain adalah penyakit kanker paru paru. Semoga isteriku telah bersamaNya di surgaNya. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin.
Demikian sekelumit kisah hidupku.





MENOLAK LUPA: UPACARA HARI PAHLAWAN

Bambang S. Sankarto

Membaca Pengumuman di WA Grup kantorku, yang berisi permohonan agar setiap bidang menyertakan dua orang staf untuk mengikuti upacara Hari Pahlawan di Kantor Pusat, hati dan pikiranku jadi tergelitik untuk kembali mencari makna pentingnya nilai upacara tersebut. Dengan harapan agar aku tidak terjebak pada kebiasaan rutin tanpa makna dan hampa penghayatan.

Di bulan November, tepatnya 10 November, kita pasti ingat dan tahu, dooong…ada momen penting dalam sejarah nasional bangsa kita, yaitu Hari Pahlawan. Pemerintah menetapkan aturan agar setiap tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan, pastinya ada makna besar… dooong… dibalik peringatan tersebut. Peringatan dimaksud biasanya dilakukan antara lain dengan upacara, tabur bunga, dan berbagai perlombaan.

Untuk kembali mencari makna hari bersejarah itu, aku mencoba menelusur ingatanku jauh ke belakang, ke pelajaran Sejarah Indonesia waktu duduk di bangku sekolah tingkat SD, SMP, dan SMA. Yuuuk…kita sama sama coba ingat ingat lagi, ada apa sih? dan apa  yang terkandung di Hari Pahlawan, supaya kita bisa mengambil manfaat semangat pahlawan untuk perjalanan hidup kita ke depan dan bahu membahu turut serta dalam pembangunan tanpa mebeda bedakan suku, agama, ras, dan latar belakang lainnya. Yuuuk…ah…

Hari Pahlawan adalah hari yang kita peringati untuk mengenang jasa para pahlawan dalam peristiwa pertempuran di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Pertempuran tersebut merupakan bagian dari revolusi nasional, perang antara tentara dan milisi Indonesia melawan tentara Britania Raya dan Belanda. Perlawanan pasukan Indonesia terhadap pasukan asing untuk mempertahankan kemerdekaan. Perang tersebut merupakan dan menjadi simbol perlawanan hebat Indonesia terhadap kolonialisme.

Perang senjata di Surabaya itu memanas setelah pimpinan tentara Inggris untuk JawaTimur, Brigadir Jenderal Mallaby terbunuh oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia pada 30 Oktober 1945.

10 November pagi, tentara Inggris dan pasukan sekutu melancarkan serangan, dan mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia. Selain Bung Tomo, juga turut serta tokoh-tokoh lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya. Beberapa datang dari latar belakang agama seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai lainnya. Mereka mengerahkan santri-santri dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan. Pertempuran ini berlangsung sekitar tiga minggu. Segenap rakyat larut dalam perjuangan. Tidak ada perbedaan golongan, tingkatan, agama apalagi pandangan politik. Mereka bersatu, bahu membahu mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang terancam. Pejuang dari berbagai daerahpun turun. Tak hanya masyarakat Surabaya, namun juga masyarakat dari Maluku, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi hingga Bali. Selain itu, para kiai, ulama serta para anak muda pun turut terjun ke medan perang.
Peristiwa pertempuran di Surabaya, 10 November 1945 merupakan satu dari sekian banyak kisah besar perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan.

Peringatan Hari Pahlawan memiliki arti penting dan luas bagi bangsa dan negara kita, terutama dalam mengejawantahkan tahap tahap perjuangan mengisi kemerdekaan dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Pengejawantahan semangat para pahlawan, pejuang dalam memerdekakan bangsa diterapkan melalui pelaksanaan pembangunan disegala bidang. Hal tersebut sangat penting, mengingat para pahlawan saat itu, dengan semangat dan dedikasinya yang tinggi, berjuang tanpa mempertimbangkan kepentingan pribadi, rela mengorbankan segala miliknya dan bahkan jiwa raganya untuk melenyapkan penjajah dari bumi Indonesia. Dengan demikian, kemerdekaan jiwa raga bangsa Indonesia, dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 dapat tercapai. Lantas, bagaimanakah peran kita dan khususnya generasi muda masa kini dalam mengisi perjuangan bangsa saat ini untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan beradab?

Kemerdekaan tersebut, tidak hanya untuk para pahlawan saja yang menikmatinya, tetapi juga untuk anak, cucu, dan generasi penerus bangsa Indonesia. Oleh karena itu, generasi penerus cita cita para pahlawan, khususnya para generasi muda, hendaklah benar-benar dapat menghayati dengan penuh pengertian, penuh kesadaran, dan penuh rasa tanggung jawab arti perjuangan para pahlawan untuk diterapkan dalam menggapai cita cita di bidang masing masing, dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional termasuk pembangunan manusia seutuhnya. Oleh karena itu,  peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember, merupakan wahana introspeksi penerapan semangat perjuangan para pahlawan memerdekakan bangsa dalam diri generasi muda agar menyadari, memahami, dan lebih meningkatkan fungsi dan peranannya dalam segala kegiatan pelaksanaan pembangunan Nasional.

Melalui peringatan Hari Pahlawan 10 Nopember 2018, mari kita tingkatkan jiwa, semangat, dan pengabdian serta pengorbanan untuk melaksanakan pembangunan nasional, sesuai bidang dan ruang lingkup tugas masing-masing. Dengan demikian, diharapkan dapat mewujudkan suatu masyarakat beradab, adil, makmur yang merata meterial dan spiritual di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.




Munir Pahlawan Hak Asasi Manusia
Oleh
Bambang S. Sankarto

Apa sih Hak asasi manusia (HAM)?
Menurut UU RI Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia, sedangkan  menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), HAM adalah hak yang melekat pada setiap insan, sehingga tanpa hak tersebut setiap insan tidak mungkin dapat hidup layaknya manusia. Berdasarkan kedua pengertian tersebut, HAM merupakan hak hak mutlak yang sudah dimiliki siapapun sejak masih dalam kandungan. Dengan demikian, HAM merupakan fitrah manusia yang perlu dihormati dan dilindungi oleh siapapun dan dimanapun berada di muka bumi.

Beberapa Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia.
Petrus (Penembakan Misterius)
Petrus merupakan suatu peristiwa dimana para preman yang dianggap meresahkan masyarakat menjadi korban penculikan dan pembunuhan. Peristiwa terjadi sekitar tahun 1983 sampai 1984.  Hingga sekarang, pelaku Petrus tidak diketahui. Banyak yang mengira, pelakunya dari aparat yang bergerak secara diam diam atau dikenal dengan istilah silent operation. Petrus merupakan contoh kejadian pelanggaran HAM yang berat, karena dengan sengaja menghilangkan hak asasi seseorang untuk hidup.

Penembakan Mahasiswa Trisakti
Peristiwa ini dikenal sebagai “Tragedi Trisakti”, bermula saat mahasiswa Universitas Trisakti- Jakarta melakukan demonstrasi menuntut presiden Soeharto segera lengser. Mahasiswa yang sedang berdemonstrasi tersebut secara sengaja ditembaki aparat. Banyak mahasiswa terluka akibat terjangan peluru tajam, dan sebagian lainnya meninggal dunia. Kejadian ini melanggar HAM karena aparat membuat orang terluka dan lenyap nyawanya.

Kasus Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Manca Negara
Kerap kali kita melihat dan mendengar berita media massa tentang pembunuhan dan penganiayaan TKI asal Indonesia. Kejadian ini tentunya merupakan peristiwa pelanggaran HAM, dimana kenyamanan hidup, keamanan hidup, dan nyawa manusia telah direnggut akibat egoism sang majikan.

Demikian tiga contoh pelanggaran HAM yang telah terjadi di negeri kita. Tentunya masih banyak peristiwa pelanggaran HAM lainnya yang sudah kita ketahui maupun yang belum.

Pemicu Pelanggaran HAM
Menurut para ahli, sifat dasar manusia yang egois atau ingin menang sendiri inilah yang dapat memicu terjadinya pelanggaran HAM. Hal ini terjadi karena manusia sering merasa kurang, merasa punya kuasa, dan merasa dirinya paling benar. Keputusan pribadi atau kelompok yang tanpa kompromi menimbulkan pertentangan yang kemudian dapat berlanjut ke tindakan kekerasan dan kerusuhan yang mengancam HAM. Selain itu, kondisi psikologis seseorang yang tidak sehat akibat tekanan kebutuhan, kondisi ekonomi maupun keadaan lingkungan dapat pula memicu terjadinya pelanggaran HAM, misalnya seorang anak tega membunuh orangtuanya, neneknya, saudaranya ataupun tetangganya. Seorang suami tega membunuh isteri dan anaknya akibat sudah tidak mampu membiayai kehidupan rumah tangganya. Seorang anak menganiaya ibunya karena tidak dibelikan gawai. Kakak beradik berantem saling aniaya, saling tidak mengenal akibat berebut warisan, dan sebagainya. Hal lainnya yang dapat memicu pelanggaran antara lain sifat individualis, dendam, dan lembaga hukum yang tidak jalan sebagaimana mestinya.

Mengingat banyaknya faktor, baik internal dan eksternal yang dapat memicu pelanggaran HAM, maka diperlukan adanya penegakan HAM yang adil dan sesuai dengan berbagai norma yang berlaku di masyarakat maupun aturan atau undang undang negara. Upaya pemerintah dalam menegakkan HAM harus tetap maksimal agar hak-hak warga Indonesia bisa terjamin. Disinilah peran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) diperlukan untuk membantu tugas pemerintah.

 Munir dan Kiprahnya Sebagai Pejuang HAM
Munir Said Thalib yang akrab dipanggil Munir, seorang pria yang bersahaja, seorang tokoh, seorang pejuang sejati, seorang pembela HAM. Lahir 8 Desember 1965 di Malang, Jawa Timur. Beliau seorang aktivis yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang terus melawan berbagai praktek penyimpangan HAM, juga seorang aktivis yang sangat aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Munir berkomitmen selalu membela siapa saja yang haknya terdzalimi. Beliau meninggal dunia 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GA-974 yang bertolak dari Singapura menuju Amsterdam, Belanda. Beliau meninggal dunia akibat diracun oleh Pollycarpus Budihari Priyanto, seorang pilot senior maskapai penerbangan Garuda Indonesia yang saat itu sedang tidak bertugas.

Munir, seorang sarjana hukumjebolan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.  Selama menjadi mahasiswa, Munir dikenal sebagai aktivis kampus. Ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Hukum pada tahun 1998, Koordinator Wilayah IV Asosiasi Mahasiswa Hukum Indonesia pada tahun 1989, anggota Forum Studi Mahasiswa untuk Pengembangan Berpikir Universitas Brawijaya pada tahun 1988, Sekretaris Dewan Perwakilan Mahasiswa Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 1988, Sekretaris Al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahsiswa Islam (HMI).

Munir menunjukan keseriusannya di bidang hukum dengan melakukan pembelaan terhadap berbagai kasus, terutama pembelaannya terhadap kaum tertindas. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan berbagai organisasi. Munir merupakan aktifis HAM yang pernah menangani berbagai kasus pelanggaran HAM. Sebelum meninggal beliau menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia “Imparsial”. Namanya mulai terkenal sebagai pejuang saat beliau membela para aktivis yang hilang diculik aparat saat peristiwa Universitas Trisakti. Kala itu Munir menjabat sebagai koordinator Dewan Kontras (Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan).
 
Berbagai kasus yang pernah ditanganinya, antara lain pada 1992 menangani kasus Fernando Araujo Cs. yang dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia karena akan memerdekakan Timor Timur dari Indonesia. Pada 1994, kasus aktivis buruh Marsinah yang dibunuh oleh militer. Pada 1993 menjadi penasehat hukum warga Nipah, Madura, dalam kasus pembunuhan petani oleh militer. Menjadi penasehat hukum mahasiswa dan petani di Pasuruan pada tahun 1995, dalam kasus kerusuhan di PT. Chief Samsung, yang dituduh sebagai otak kerusuhan. Penasehat hukum Muhadi pada 1994 di Madura, Jawa Timur, seorang sopir yang dituduh melakukan penembakan seorang polisi. Penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 aktivis politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 hingga 1998. Penasehat hukum korban dan keluarga korban pembantaian tragedi Tanjung Priok pada 1984 hingga 1998. Penasehat hukum korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999). Penasehat hukum dan koordinator advokasi berbagai kasus pelanggaran berat HAM di AcehPapua, melalui Kontras. Pada 2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemda. Disamping itu, ia juga aktif menulis di berbagai media cetak dan elektronik yang berkaitan dengan berbagai HAM, Hukum, Reformasi Militer dan kepolisian, Politik dan perburuhan. Munir adalah sosok pemberani dan tangguh dalam meneriakkan kebenaran. Ia adalah seorang teladan yang jujur, dan konsisten.

Pengabdiannya membuat ia mendapatkan penghargaan dari dalam negeri dan luar negeri. Di dalam negeri, misalnya, ia dinobatkan sebagai Man Of The Year 1998 versi majalah UMMAT. Penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNIBRAW yang sukses. Seorang tokoh terkenal Indonesia pada abad XX, versi Majalah Forum Keadilan. Sedangkan penghargaan dari luar negeri, ia dinobatkan sebagai As Leader for the Millennium dari Asia Week pada tahun 2000The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes) untuk promosi HAM dan kontrol sipil atas militer, Stockholm pada Desember 2000. Kemudian, An Honourable Mention of the 2000; dan UNESCO Madanjeet Singh Prize atas berbagai usahanya dalam mempromosikan toleransi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000.

Berkat keseriusan, ketekunan, pengabdian, dan perjuangannya dalam menegakkan HAM di Indonesia, Munir telah mendapat berbagai pengakuan dan penghargaan dari dunia, sehingga pantaslah untuk disebut sebagai pahlawan HAM.

Melalui kiprahnya, orang menjadi melek HAM, mengetahui, memahami hak hak hidupnya yang mendasar yang dimilikinya dalam berkehidupan di dunia. Dengan semakin disadarinya HAM oleh setiap idividu, diharapkan kehidupan di dunia akan semakin aman, tentram, dan sejahtera. Dengan demikian, setiap individu akan merasa dimanusiakan, dihargai hak haknya kemanapun di pergi dan dimanapun berada. Tentunya kondisi tersebut dapat segera terwujud apabila setiap orang, siapapun, dimanapun, mengerti dan memahami hak haknya tersebut, yang sudah melekat sejak terlahir ke dunia, serta setiap individu menegakkan HAM tersebut di lingkungannya masing masing.

Mari…..kita mulai menegakkan HAM dilingkungan kita masing masing.